A. Pengertian CBSA
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) adalah pembelajaran yang mengarah kepada pengoptimalisasian perlibatan intelektual emosional siswa dalam peruses pembelajaran, dengan perlibatan fisik siswa jika diperlukan. CBSA merupakan cara pengelolaan sistem belajar-mengajar yang lebih menekankan keterlibatan mental siswa sehingga dapat aktif berfikir dalam menyelesaikan sebuah persoalan secara menyeluruh. Belajar harus diarahkan pada pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya baik melui proses asimilasi maupun akomodasi yang bertujuan pada pemutakhiran struktur kognitifnya.
Dalam membentuk manusia dan masyarakat masa depan, pendidikan tidak dapat dipusatkan pada satu segi saja tapi harus meliputi kesiappakaian kerja, keilmuan, pengelolaan informasi, kreatifitas dan sebagainya melainkan harus merupakan keterpaduan antara semuanya. Dalam proses belajar-mengajar pesan yang tertangkap oleh siswa itu sangat dipengaruhi oleh bentuk pengajaran yang dihayatinya. Oleh karena itu harus ada penataan konsep secara matang agar pengebirian tujuan pendidikan jangka panjang tidak terjadi. Tujuan jangka panjang yang ditinggalkan itu karena tidak pernah ditampilkan secara efektif didalam kegiatan belajar-mengajar.
Penjabaran tujuan pendidikan perlu dilakukan sehinga meyakinkan kesetiaan proses belajar-mengajar yang diterjemahkan pada pesan kependidikan yang perlu disampaikan. Untuk itu harus ada pemilahan sasaran pembentukan yang dapat dilakukan dengan memodifikasi Taksosnomi Bloom sebagai berikut :
a. Pengetahuan-pemahaman sebagai titik pusat hakekat belajar
b. Ketrampilan, baik ketrampilan intelektual maupun ketrampilan belajar sendiri dan kemahirwacanaan serta personal-sosial.
c. Sikap dan nilai yang terbentuk melalui penghayatan pengalaman.
Setiap proses pembelajaran pasti menampakkan keaktifan orang yang belajar atau siswa. Pernyataan ini tidak dapat kita bantah atau kita tolak kebenarannya. Adanya kenyataan ini, menyebabkan sulitnya mendefinisikan pengertian pendekatan CBSA secara tepat. Kepastian adanya keaktifan siswa dalam setiap proses pembelajaran, memberikan kepastian kepada kita bahwa pendekatan CBSA bukanlah suatu hal yang dikotomis. Hal ini berarti, setiap peristiwa pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru dapat dipastikan adanya penerapan pendekatan CBSA dan tidak mungkin tidak terjadi penerapan pendekatan CBSA dalam peristiwa pembelajaran.
Mengapa kita menggunakan CBSA? CBSA merupakan pendekatan didalam pengelolaan kegiatan belajar-mengajar mengacu pada tujuan utuh pendidikan. Denagn kata lain CBSA bertolak dari kajian teoritik maupun dari pilihan nilai dari pemerintah dan masyarakat. Para pakar juga menjelaskan bahwa masyarakat masa depan itu ditandai dengan globalisasi dan peranan individu yang terus meningkat. Oleh karena itu perlu ada pembekalan untuk dapat menilai dan memanfaatkannya sehingga pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam gnerasi yang datang.
Program pendidikan seharusnya bukan semata-mata sebagi penerusan nilai luhur warisan nenek moyang melainkan penerjemahan nilai-nilai tersebut didalam keadaan masa kini dengan antisipasi masa depan secara bermakna bagi setiap siswa. Dapat disimpulkan bahwa ciri utama masyarakat Indonesia masa depan adalah manusia yang mendidik diri sendiri sepanjang hayat danmasyarakat yang terbuka terhadap perubahan namun tidak kehilangan jati dirinya.
Untuk dapat menerapkan CBSA sebagiman mestinya dibutuhkan artikulasi terhadap gagasan dasarnya termasuk yang lebih bersifat kajian latariah. Salah satu hal penting yang harus digunakan dalam menjabarkan acuan operasional pendekatan CBSA adalah karakteristik individu yang dikehendaki. Karakteristik manusia Indonesia masa depan yang diharapkan adalah pribadi-pribadi yang peka, mandiri dan tanggung jawab. Dalam pendekatan CBSA harus dapat terhayati oleh peserta didik sebagai
(a) kesempatan untuk melkukan berbagai bentuk pengkajian,
(b) kesempatan untuk berlatih berbagai ketrampilan kognitif dan personal-sosial
(c) kesempatan untuk mengahyati berbagai peristiwa yang syarat nilai.
Program pengajaran dapat terhayati oleh peserta didik jika kegiatan belajar-mengajar dikelola berdasarkan wawasan pendidikan. Ada acuan penting yang merupakan landasan dari wawasan pendidikan yaitu
(a) didalam setiap kegiatan belajar mengajar harus mengupayakan tujuan utuh pendidikan,
(b) pendidik harus mengendalikan proses belajar-mengajar dengan asas tut wuri handayani.
Asas dan acuan tersebut akan membuahkan hasil jika kegiatan belajr mengajar di setiap sekolah dikelola sesuai dengan asas dan acuan oprasional tersebut. Pendekatan pertama perlu dilakukan untuk pengelolaan kegiatan belajar-mengajar yang merupakan terjemahan dari asas-asasnya. Sehingga apabila asas dapat terartikulasikan dengan baik dan teknik pengelolaan memberikan peluang untuk terwujudnya pengalaman belajar yang kadar CBSAnya tinggi, maka dengan sendiriya CBSA akan terwujud di lapangan. Pelajaran yang dapat kita ambil dari upaya penerapan CBSA ini adalah bahwa aspek konseptual dan aspek pengelolaan perlu ditangani secara eksplisit.
B. Dasar-dasar Pemikiran Pendekatan CBSA
Usaha penerapan dan peningkatan CBSA dalam kegiatan Belajar Mengajar (KBM) merupakan usaha “proses pembangkitan kembali” atau proses pemantapan konsep CBSA yang telah ada. Untuk itu perlu dikaji alasan-alasan kebangkitan kembali dan usaha peningkatan CBSA dasar dan alasan usaha peningkatan CBSA secara rasional adalah sebagai berikut:
1. Rasional atau dasar pemikiran dan alasan usaha peningkatan CBSA dapat ditinjau kembali pada hakikat CBSA dan tujuan pendekatan itu sendiri. Dengan cara demikian pembelajar dapat diketahui potensi, tendensi dan terbentuknya pengetahuan, keterampilan dan sikap yang dimilikinya. Pada dasarnya dapat diketahui bahwa baik pembelajar. materi pelajaran, cara penyajian atau disebut juga pendekatan-pendekatan berkembang. Jadi hampir semua komponen proses belajar mengajar mengalami perubahan. Perubahan ini mengarah ke segi-segi positif yang harus didukung oleh tindakan secara intelektual, oleh kemauan, kebiasaan belajar yang teratur, mempersenang diri pada waktu belajar hendaknya tercipta baik di sekolah maupun di rumah. Bukankah materi pelajaran itu banyak, bervariasi dan ini akan memotivasi pembelajar memiliki kebiasaan belalar. Dalam hubungannya dengan CBSA salah satu kompetensi yang dituntut ialah memiliki kemampuan profesional, mampu memiliki strategi dengan pendekatan yang tepat.
2. Implikasi mental-intelektual-emosional yang semaksimal mungkin dalam kegiatan belajar mengajar akan mampu menimbulkan nilai yang berharga dan gairah belajar menjadi makin meningkat. Komunikasi dua arah (seperti halnya pada teori pusaran atau kumparan elektronik) menantang pembelajar berkomunikasi searah yang kurang bisa membantu meningkatkan konsentrasi. Sifat melit yang disebut juga ingin tahu (curionsity) pembelajar dimotivasi oleh aktivitas yang telah dilakukan. Pengalaman belajar akan memberi kesempatan untuk rnelakukan proses belajar berikutnya dan akan menimbulkan kreativitas sesuai dengan isi materi pelajaran.
3. Upaya memperbanyak arah komunikasi dan menerapkan banyak metode, media secara bervariasi dapat berdampak positif. Cara seperti itu juga akan memberi peluang memperoleh balikan untuk menilai efektivitas pembelajar itu. Ini dimaksud balikan tidak ditunggu sampai ujian akhir tetapi dapat diperoleh pembelajar dengan segera. Dengan demikian kesalahan-kesalahan dan kekeliruan dapat segera diperbaiki. Jadi, CBSA memberi alasan untuk dilaksanakan penilaian secara efektif, secara terus-menerus melalui tes akhir tatap muka, tes formatif dan tes sumatif.
4. Dilihat dari segi pemenuhan meningkatkan mutu pendidikan di LP’TK (Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidik) maka strategi dengan pendekatan CBSA layak mendapat prioritas utama. Dengan wawasan pendidikan sebagai proses belajar mengajar menggarisbawahi betapa pentingnya proses belajar mengajar yang tanggung jawabnya diserahkan sepenuhnya kepada pembelajar. Dalam hal ini materi pembelajar harus benar-benar dibuat sesuai dengan kemampuan berpikir mandiri, pembentukan kemauan si pembelajar. Situasi pembelajar mampu menumbuhkan kemampuan dalam memecahkan masalah secara abstrak, dan juga mencari pemecahan secara praktik.
C. Hakikat Pendekatan CBSA
Siswa pada hakekatnya memiliki potensi atau kemampuan yang belum terbentuk secara jelas, maka kewajiban gurulah untuk merangsang agar mereka mampu menampilkan potensi itu. Para guru dapat menumbuhkan keterampilan-keterampilan pada siswa sesuai dengan taraf perkembangannya, sehingga mereka memperoleh konsep. Dengan mengembangkan keterampilan-keterampilan memproses perolehan, siswa akan mampu menemukan dan mengembangkan sendiri fakta dan konsep serta mengembangkan sikap nilai yang dituntut. Proses belajar-mengajar seperti inilah yang dapat menciptakan siswa belajar aktif.
Hakekat dari CBSA adalah proses keterlibatan intelektual-emosional siswa dalam kegiatan belajar mengajar yang memungkinkan terjadinya:
ü Proses asimilasi / pengalaman kognitif, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan.
ü Proses perbuatan / pengalaman langsung, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya keterampilan.
ü Proses penghayatan dan internalisasi nilai, yaitu: yang memungkinkan terbentuknya nilai dan sikap.
Walaupun demikian, hakekat CBSA tidak saja terletak pada tingkat keterlibatan intelektual-emosional, tetapi terutama juga terletak pada diri siswa yang memiliki potensi, tendensi atau kemungkinan yang menyebabkan siswa itu selalu aktif dan dinamis. Oleh sebab itu guru diharapkan mempunyai kemampuan profesional sehingga ia dapat menganalisis situasi instruksional kemudian mampu merencanakan sistem pengajaran yang efektif dan efesien. Dalam menerapkan konsep CBSA, hakekat CBSA perlu dijabarkan menjadi bagian-bagian kecil yang dapat kita sebut sebagai prinsip-prinsip CBSA sebagai suatu tingkah laku konkret yang dapat diamati. Dengan demikian dapat kita lihat tingkah laku siswa yang muncul dalam suatu kegiatan belajar mengajar.
D. Prinsip-prinsip Pendekatan CBSA
Prinsip CBSA adalah tingkah laku belajar yang mendasarkan pada kegiatan-kegiatan yang nampak, yang menggambarkan tingkat keterlibatan siswa dalam proses belajar-mengajar baik intelektual-emosional maupun fisik, Prinsip-Prinsip CBSA yang nampak pada 4 dimensi sebagai berikut:
a. Dimensi subjek didik :
ü Keberanian mewujudkan minat, keinginan, pendapat serta dorongan-dorongan yang ada pada siswa dalam proses belajar-mengajar. Keberanian tersebut terwujud karena memang direnca nakan oleh guru, misalnya dengan format mengajar melalui diskusi kelompok, dimana siswa tanpa ragu-ragu mengeluarkani pendapat.
ü Keberanian untuk mencari kesempatan untuk berpartisipasi dalam persiapan maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar-mengajar maupun tindak lanjut dan suatu proses belajar mengajar. Hal mi terwujud bila guru bersikap demokratis.
ü Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu yang memang dirancang olch guru.
ü Kreatifitas siswa dalam menyelesaikan kegiatan belajar sehingga dapat mencapai suatu keberhasilan tertentu, yang memang dirancang oleh guru.
ü Peranan bebas dalam mengerjakan sesuatu tanpa merasa ada tekanan dan siapapun termasuk guru.
b. Dimensi Guru
ü Adanya usaha dan guru untuk mendorong siswa dalam meningkatka kegairahan serta partisipasi siswa secara aktif dalam proses belajar-mengajar.
ü Kemampuan guru dalam menjalankan peranannya sebagai inovator dan motivator.
ü Sikap demokratis yang ada pada guru dalam proses belajar-mengajar.
ü Pemberian kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan cara, mama serta tingkat kemampuan masing-masing.
ü Kemampuan untuk menggunakan berbagai jenis strategi belajar-mengajar serta penggunaan multi media. Kemampuan mi akan menimbulkan lingkuñgan belajar yang merangsang siswa untuk mencapai tujuan.
c. Dimensi Program
ü Tujuan instruksional, konsep serta materi pelajaran yang memenuhi kebutuhan, minat serta kemampuan siswa; merupakan suatu hal yang sangat penting diperhatikan guru.
ü Program yang memungkinkan terjadinya pengembangan konsep mau pun aktivitas siswa dalam proses belajar-mengajar.
ü Program yang fleksibel (luwes); disesuaikan dengan situasi dan kondisi.
d. Dimensi situasi belajar-mengajar
ü Situasi belajar yang menjelmakan komunikasi yang baik, hangat, bersahabat, antara guru-siswa maupun antara siswa sendiri dalam proses belajar-mengajar.
ü Adanya suasana gembira dan bergairah pada siswa dalam proses belajar-mengajar.
E. Rambu-rambu Pendekatan CBSA
Rambu-rambu CBSA adalah perwujudan prinsip-prinsip CBSA yang dapat diukur dan rentangan yang paling rendah sampai pada rentangan yang paling tinggi, yang berguna untuk menentukan tingkat CBSA dan suatu proses belajar-mengajar. Rambu-rambu tersebut dapat dilihat dari beberapa dimensi. Rambu-rambu tersebut dapat digunakan sebagai ukuran untuk menentukan apakah suatu proses belajar-mengajar memiliki kadar CBSA yang tinggi atau rendah. Jadi bukan menentukan ada atau tidak adanya kadar CBSA dalam proses belajar-mengajar. Bagaimanapun lemahnya seorang guru, namun kadar CBSA itu pasti ada, walaupun rendah.
a) Kuantitas dan kualitas pengalaman yang membelajarkan.
b) Prakarsa daan keberanian siswa dalam memwujudkan minat, keinginan, dan dorongan – dorongan yang ada pada dirinya
c) Keberanian dan keinginan siswa untuk ikut serta dalam proses pembelajaran.
d) Usaha dan kreativitas siswa daalam proses pembelajaran.
e) Keinginantahuan yang ada pada diri siswa.
f) Rasa lapang dan bebas yang ada pada diri siswa.
g) Kuantitas dan kualitas usaha guru dalam membina dan mendorong keaktifan siswa.
h) Kualitas guru sebagai inovator dan fasilitator.
i) Tingkat sikap guru yang tidak mendominasi dalam proses pembelajaran.
j) Kuantitas dan kualitas metode dan media yang dimanfaatkan guru dalam proses pembelajaran.
k) Keterikatan guru terhadap program pembelajaran.
l) Variasi interaksi guru – siswa dalam proses pembelajaran.
m) Kegiatan dan kegembiraan siswa dalam belajar.
n) Komunikasi guru-siswa yang intim dan hangat.
o) Kegairahan dan kegembiraan belajar
Berdasarkan pengelompokan siswa : Strategi belajar-mengajar yang dipilih oleh guru hams disesuaikan dengan tujuan pengajaran serta materi tertentu. Ada materi yang sesuai untuk proses belajar secara individual, akan tetapi ada pula yang lebih tepat untuk proses belajar secara kelompok. Ditinjau dari segi waktu, keterampilan, alat atau media serta perhatian guru, pengajaran yang berorientasi pada kelompok kadang-kadang lebih efektif.
1. Berdasarkan kecepatan masing-masing siswa : Pada saat-saat tertentu siswa dapat diberi kebebasan untuk memilih materi pelajaran dengan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka masing-masing. Strategi ini memungkinkan siswa untuk belajar lebih cepat bagi mereka yang mampu, sedangkan bagi mereka yang kurang, akan belajar sesuai dengan batas kemampuannya. Contoh untuk strategi belajar-mengajar berdasarkan kecepatan siswa adalah pengajaran modul.
2. Pengelompokan berdasarkan kemampuan : Pengelompokan yang homogin han didasarkan pada kemampuan siswa. Bila pada pelaksanaan pengajaran untuk pencapaian tujuan tertentu, siswa harus dijadikan satukelompok maka hal mi mudah dilaksanakan. Siswa akan mengembangkan potensinya secara optimal bila berada disekeliling teman yang hampir sama tingkat perkembangan intelektualnya.
3. Pengelompokkan berdasarkan persamaan minat : Pada suatu guru perlu memberi kesempatan kepada siswa untuk berkelompok berdasarkan kesamaan minat. Pengelompokan ini biasanya terbentuk atas kesamaan minat dan berorientasi pada suatu tugas atau permasalahan yang akan dikerjakan.
4. Berdasarkan domein-domein tujuan : Strategi belajar-mengajar berdasarkan domein/kawasan/ranah tujuan, dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Menurut Benjamin S. Bloom CS, ada tiga domein ialah:
ü Domein kognitif, yang menitik beratkan aspek cipta.
ü Domein afektif, aspek sikap.
ü Dornein psikomotor, untuk aspek gerak.
Gagne mengklasifikasi lima macam kemampuan ialah:
ü Keterampilan intelektual.
ü Strategi kognitif.
ü Informasi verbal.
ü Keterampilan motorik.
ü Sikap dan nilai.
F. Kadar CBSA dalam Pembelajaran
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, kita dapat menandai adanya rentangan derajat atau kadar ke-CBSA-an dari peristiwa pembelajaran. Rentangan (kontinum) ini terjadi sebagai akibat dari adanya kecenderungan perisitwa pembelajaran, akni pembelajaran yang berorientasi pada guru dan pembelajara yang berorientasi pada siswa. CBSA akan lebih tampak dan menunjukkan kadar yang tinggi apabila pembelajaran lebih berorientasi kepada siswa, dan akan terjadi sebaliknya bila arah pembelajaran cenderung berorientasi kepada guru.
Mc Keachie mengemukakan 7 (tujuh) dimensi proses pembelajaran yang mngekibatkan terjadinya kadar ke-CBSA-an. Adapun dimesi-dimensi yang dimaksud adalah:
I. Partisipasi siswa dalam menetapkan tujuan kegiatan pembelajaran
II. Tekanan pada aspek afektif dalam belajar
III. Partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, terutama yang berbentuk interaksia antar siswa
IV. Kekohesifan (kekompakkan) kelas sebagai kelompok
V. Kebebasan atau lebih tepat kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk megambil keputusan-keputusan penting dalam kehidupn sekolah
VI. Jumlah waktu yang digunakan untuk menanggulangi masala pribadi siswa, baik yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan sekolah/ pembelajaran.
Yamamoto meninjau ke-CBSA-an suatu proses pembelajaran dari segi kesadaran siswa dan guru yang terlibat didalamnya. Lebih jauh, Yamamoto mengungkapkan bahwa proses pembelajaran yang optimal terjadi apabila siswa yang belajar maupun guru yang membelajarkan memiliki kesadaran dan kesengajaan terlibat dalam proses pembelajaran. Kesadaran dan kesadaran melibatkan diri dalam proses pembelajaran pada diri siswa dan guru akan dapat memeunculkan berbagai interaksi pemelajaran.
Raka Joni (1992 : 19-20) mengungkapkan bahwa sekolah yang ber-CBSA dengan baik mempunyai karakterisitik berikut:
1. Pembelajaran yang dilakukan lebih berpusat pada siswa, sehingga siswa berperan lebih aktif dalam mengembangkan cara-cara belajar mandiri, siswa berperan serta pada perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian proses belajar pengalaman siswa lebih diutamakan dalam memutuskan titik kegiatan.
2. Guru adalah pembimbing dalam terjadinya pengalaman belajar, guru bukan satu-satunya sumber informasi, guru merupakan salah satu sumber belajar, yang memberikan peluang bagi siswa agar dapat memperoleh pengetahuan atau keterampilan melalui usaha sendiri, apat mengembangkan motivasi dari dalam dirinya, dan dapat mengembangkan pengalaman untuk membuat suatu karya.
3. Tujuan kegiatan tidak hanya untuk sekedar mengejar standar akademis, selain pencapaian sandar akademis, kegiatan ditekankan untuk mengembangkan kemampuan siswa secara utuh dan seimbang.
4. Pengelolaan kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada kreativitas siswa, dan memperhatikan kemajuan siswa untuk menguasai konsep-konsep dengan mantap.
5. Penilaian, dilaksanakan untuk mengamati dan mengukur kegiatan dan kemajuan siswa, serta mengukur berbagai keterampilan yang dikembangkan misalnya keterampilan berbahasa, keterampilan social, keterampilan matematika, dan keterampilan proses dalam IPA dan keterampilan lainnya, serta mengukur hasil belajar siswa.
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat dikatan secara singkat bahwa kadar ke-CBSA-an berganung kepada dan dipengaruhi oleh keaktifan siswa dalam merencanakan, melakasanakan, dan menilai proses pembelajaran dan hasil pembelajarannya. Keaktifan siswa diharapkan menampak secara nyata terutama pada saat pelaksanaan proses pembelajaran, baik secara perorangan ataupun secara berkelompok. Keterlibatan secara aktif tersebut mencakup keterlibatan fisik maupun intelektual emosional.
G. Rasionalisasi CBSA dalam Pembelajaran
Kita telah memasuki ambang “masyarakat belajar”, yaitu masyarakat yang menghendaki pendidikan masa seumur hidup (Husen, 1988: 41). Untuk mempersiapkan siswa menghadapi hal tesebut, kita perlu memikirkan jawaban atas pertanyaan: cara-cara bagaimana siswa memperoleh dan meresapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang menjadi kebutuhannya ? dengan kata lain, guru hendaknya tidak hanya menyibukkan dirinya dengan kegiatan pemaksimalan penyajian isi pelajaran saja. Yang lebih penting dari pada itu, guru hendaknya memikirkan cara siswa belajar.
Untuk menjawab permasalahan yang terkandung dalam pertanyaan di atas, perlu kiranya mengkaji konsep belajar terlebih dahulu. Sudah sejak lama manusia mencoba mengkaji konsep belajar. John Dewey misalnya (1916 dalam Davies, 1987: 31) menekankan bahwa:
Oleh karena belajar menyangkut apa yang harus dikerjakan murid-murid untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari murid-murid sendiri. Guru adalam pembimbing dan pengarah, yang mengemudikan perahu, tetapi tenaga untuk menggerakkan perahu tersenut haruslah berasal dari murid yang belajar.
Walaupun telah lama kita menyadari bahwa belajar memerlukan keterlibatan secara aktif orang yang belajar, kenyataan masih menunjukkan kecenderungan yang berbeda. Dalam proses pembelajaran masih tampak adanya kecenderungan meminimalkan peran dan keterlibatan siswa. Dominasi guru dalam proses pembelajaran menyebabkan siswa lebih banyak berperan dan terlibat secara pasif., mereka lebih banyak menunggu sajian dari guru daripada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan serta sikap yang mereka butuhkan. Apabila kondisi proses pembelajaran yang memaksimalkan peran dan keterlibatan siswa terjadi pada pendidikan dasar, temasuk pada sekolah dasar akan mengakibatkan sulit tercapainya tujuan pendidikan dasar yakni meletakkan dasar yang dapat dipakai sebagai batu loncatan untuk menggapai pendidikan yang lebih tinggi, disamping kemampuan dan kemauan untuk belajar terus-menerus sepanjang hayatnya.
Dengan penerapan CBSA, siswa diharapkan akan lebih mampu mengenal dan mengembangkan kapasitas belajar dan potensi yang dimilikinya secara penuh, menyadari dan dapat menggunakan potensi sumber belajar yang terdapat disekitarnya. Selain itu, siswa diharapkan lebih terlatih untuk berprakarsa, berfikir secara teratur, kritis, tanggap dan dapat menyelesaikan masalah sehari-hari, serta lebih terampil dalam menggali, menjelajah, mencari dan mengembangkan informasi yang bermakna baginya (Raka Joni, 1992:1). Pencapaian keadaan siswa yang diharapkan melalui penerapan CBSA ini, akan memungkinkan pembentukan sebagai “pengabdi abadi pencari kebenaran imu”.
Disisi yang lain, dengan penerapan CBSA, guru diharapkan bekerja secara profesional, mengajar secara sistematis, dan berdasarkan prinsip didaktik metodik yang berdaya guna dan berhasil guna (efisien dan efektif. Artinya guru dapat merekayasa sistem pembelajaran yang mereka laksanakan secara sistematis, dengan pemikiran mengapa dan bagaimana menyelenggarakan kegiatan pembelajaran aktif (Raka Joni, 1992:11). Lambat laun penerapan CBSA pada gilirannya akan mencetak guru-guru yang potensial dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan alam dan sosial budaya.
H. Penerapan CBSA
Dari uraian tentang pengertian, rasionalisasi, kadar dan rambu-rambu CBSA, kita dapat menandai adanya prasyarat tertentu yang harus dimiliki oleh guru untuk meningkatkan kadar CBSA suatu proses pembelajaran. Peningkatan kadar CBSA dari suatu proses pembelajaran berarti pula mengarahkan proses pembelajaran yang berorientasi pada siswa atau dengan kata lain menciptakan pembelajaran berdasarkan siswa (Student Based Instruction).
Konsekuensi yang harus diterima dari adanya pembelajaran berdasarkan siswa, ialah :
ü Guru merupakan seorang pengelola (manager) dan perancang (designer) dari pengalaman belajar
ü Guru dan siswa menerima pesan kerja sama
ü Bahan-bahan pembelajaran dipilih berdasarkan kelayakannya
ü Penting untuk melakukan identifikasi dan penuntasan syarat-syarat belajar (learning requirements)
ü Siswa dilibatkan dalam pembelajaran
ü Tujuan ditulis secara jelas
ü Semua tujuan diukur / dites
Untuk dapat mengolah dan merancang program pembelajaran dan proses, seorang guru hendaknya mengenal faktor-faktor penentu kegiatan pembelajaran. Faktor-faktor penentu tersebut adalah:
ü Karakteristik tujuan, yang mencakup pengetahuan, keterampilan, dan nilai yang ingin dicapai atau ditingkatkan sebagai hasil kegiatan
ü Karakteristik mata pelajaran / bidang studi, yang meliputi tujuan, isi pelajaran, urutan, dan cara mempelajarinya
ü Karakteristik siswa, mencakup karakteristik perilaku masukan kognitif dan afektif, usia, jenis kelamin, dan yang lain
ü Karakteristik lingkungan / setting pembalajaran, mencakup kuantitas dan kualitas prasarana, alokasi jam pertemuan, dan yang lainnya
ü Karakteristik guru, meliputi filosofinya tentang pendidikan dan pembelajaran, kompetensinya dalam teknik pembelajaran, kebiasaannya, pengalaman pendidikannya, dan yang lainnya
Agar seorang guru mampu menyelenggarakan kegiatan pembelajaran yang memiliki kadar CBSA tinggi, maka dalam memilih dan menentukan teknik pembelajaran atau sistem penyampaian hendaknya benar-benar mempertimbangkan kemanfaatan dari teknik pembelajaran yang dipilihnya. Teknik pembelajaran yang dapat diartikan sebagai prosedur rutin atau suatu cara yang telah ditentukan sebelumnya untuk menyampaikan pesan dengan bahan, alat, latar, dan orang (AECT, 1986:196), pada akhirnya akan membentuk sistem instruksional. Oleh kareba itu pentingnya teknik pembelajaran ini, maka pemanfaatan teknik pembelajaran itu hendaknya bersesuaian dengan karakteristik, karakteristik guru, karakteristik tujuan, karakteristik mata pelajaran / bidang studi, dan karakteristik bahan alat pembelajaran.
+ komentar + 1 komentar
Jadi lebih banyak tahu tentang cbsa.
Semoga lebih banyak guru yang selalu memahami pentingnya cbsa dan selalu mempraktekannya.
Post a Comment